Mahfud menolak jawab pertanyaan Gibran soal "greenflation"

Mahfud MD dengan tegas menyatakan bahwa pertanyaan Gibran Rakabuming Raka soal "greenflation" tidak layak dijawab.

Calon wakil presiden nomor urut 3 Mahfud Md menyampaikan paparan dalam debat keempat Pilpres 2024 di Balai Sidang Jakarta (JCC), Jakarta, Minggu (21/1/2024). Foto oleh Benardy Ferdiansyah/Antara

Oleh Enjang Pramudita

Dalam debat keempat Pemilihan Presiden 2024, terjadi momen menarik ketika calon wakil presiden nomor urut 3, Mahfud MD, memberikan respons terhadap pertanyaan yang diajukan oleh cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, mengenai konsep "greenflation."

Mahfud menolak menjawab pertanyaan Gibran, dan dengan tegas menyatakan bahwa pertanyaan tersebut tidak layak untuk dijawab.

"Saya kembalikan saja ke moderator, ya emang ndak layak dijawab pertanyaan kayak gini ini. Saya kembalikan, ndak ada gunanya menjawab," tegas Mahfud dalam atmosfer debat yang berlangsung di Balai Sidang Jakarta pada hari Minggu.

Penolakan Mahfud terhadap pertanyaan tersebut mengejutkan, dan ia menilai bahwa pertanyaan tentang "greenflation" tidak memenuhi standar yang pantas dijawab.

Keputusan Mahfud untuk mengembalikan pertanyaan kepada moderator mencerminkan pandangannya bahwa pertanyaan semacam itu tidak memberikan kontribusi yang signifikan atau relevan dalam konteks debat yang sedang berlangsung.

Momen ini menunjukkan bahwa selain merespons isu-isu substansial, para calon juga harus mempertimbangkan kualitas dan relevansi pertanyaan yang diajukan untuk memastikan jalannya debat tetap berfokus pada perbincangan yang konstruktif dan bermakna.

Dalam rangka merespons pertanyaan dari calon wakil presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, terkait cara ia bersama calon presiden, Ganjar Pranowo, akan mengatasi konsep "greenflation" atau inflasi hijau, Mahfud MD memberikan penjelasan yang mendalam selama segmen keempat debat Pilpres 2024.

Mahfud MD memulai jawabannya dengan memberikan definisi mengenai ekonomi hijau dan merinci alur kerjanya.

"Untuk mengatasi inflasi hijau, apa sih inflasi hijau? Kan ekonomi hijau, ekonomi sirkuler. Di mana sebuah proses pemanfaatan produk ekonomi, pangan misalnya, atau apapun itu, produksi apapun diproduksi, kemudian dimanfaatkan, di-recycle, bukan dibuat," paparnya dengan jelas.

Dengan memberikan penjelasan ini, Mahfud tidak hanya mencoba memahami pertanyaan tersebut, tetapi juga memberikan pemahaman mendalam mengenai konsep ekonomi hijau.

Dalam konteks ekonomi sirkuler, Mahfud menggarisbawahi pentingnya mengubah paradigma dari produksi linier menjadi model sirkuler yang mendorong penggunaan ulang dan daur ulang produk, termasuk dalam sektor pangan.

Penjelasan Mahfud MD mencerminkan pendekatan pemikiran dan konseptual yang kompleks dalam menghadapi tantangan "greenflation."

Dengan membawa masukan ini ke dalam arena debat, ia berupaya untuk memberikan wawasan lebih lanjut mengenai pandangan dan strategi calon presiden dan wakil presiden nomor urut 3 dalam merespon isu-isu yang melibatkan konsep ekonomi hijau.

Muncul ketegangan dalam debat Pilpres 2024 saat calon wakil presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, mengevaluasi jawaban dari calon wakil presiden nomor urut 3, Mahfud Md, terkait pertanyaan seputar konsep "greenflation" atau inflasi hijau.

Gibran menyatakan ketidakpuasannya, mencatat bahwa jawaban Mahfud tidak memberikan klarifikasi yang memadai terkait isu yang diangkat.

"Dalam pencarian jawaban, saya sedang mencari jawaban dari Prof Mahfud. Saya mencari, tapi di mana jawabannya? Saya tidak menemukan jawaban yang saya cari. Saya bertanya mengenai masalah inflasi hijau, tapi malah mendapatkan penjelasan mengenai ekonomi hijau. Prof Mahfud, yang disebut dengan greenflation, itu berkaitan dengan inflasi hijau," ungkap Gibran dengan nada kebingungan.

Komentar ini menggambarkan ketidaksesuaian antara pertanyaan yang diajukan oleh Gibran dan jawaban yang diberikan oleh Mahfud.

Gibran menyoroti bahwa penjelasan Mahfud lebih berfokus pada ekonomi hijau secara umum, sementara perhatian yang diinginkan adalah pembahasan konkret tentang cara mengatasi inflasi hijau.

Situasi ini menciptakan dinamika debat yang menegangkan dan menyoroti perbedaan pendekatan dan interpretasi terhadap isu-isu kritis, menunjukkan kompleksitas dan tantangan dalam berkomunikasi di panggung politik yang penuh tekanan ini.

Dalam melanjutkan perdebatan, Gibran Rakabuming Raka menjelaskan pandangannya mengenai transisi menuju energi hijau dan menggambarkan kehati-hatian yang harus diterapkan dalam proses ini.

Sebagai contoh konkret, ia merujuk pada demonstrasi yang terjadi di Prancis yang melibatkan para demonstran yang mengenakan rompi kuning.

Demonstrasi ini tidak hanya menimbulkan kekacauan, tetapi juga menelan korban jiwa.

Gibran menegaskan bahwa Indonesia harus belajar dari pengalaman Prancis dan menjaga agar kejadian serupa tidak terjadi di tanah air.

Ia menyoroti pentingnya melibatkan masyarakat dengan hati-hati dalam transisi menuju energi hijau.

Untuk mendukung argumennya, Gibran menggunakan istilah "inflasi hijau" untuk menggambarkan potensi dampak negatif yang dapat timbul akibat transisi yang kurang berhati-hati.

"Intinya, transisi menuju energi hijau itu harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Kita tidak boleh memberikan beban penelitian dan pengembangan yang mahal serta proses transisi yang mahal kepada masyarakat, terutama kepada rakyat kecil. Inilah yang saya maksudkan dengan inflasi hijau," paparnya dengan tegas.

Pernyataan ini mencerminkan keprihatinan Gibran terhadap dampak sosial dan ekonomi yang mungkin timbul akibat transisi energi hijau.

Dengan membawa contoh konkret dari kejadian di Prancis, ia berupaya memberikan pesan bahwa transisi tersebut harus dijalankan dengan kebijaksanaan agar tidak memberikan beban berlebihan kepada masyarakat, terutama mereka yang memiliki keterbatasan ekonomi.

Dalam dinamika debat Pilpres 2024, Mahfud MD memberikan respons terhadap pernyataan Gibran Rakabuming Raka mengenai inflasi hijau.

Mahfud menciptakan suasana tajam dengan menyatakan bahwa pernyataan Gibran juga dinilai tidak memberikan klarifikasi yang memadai terkait isu inflasi hijau.

"Saya juga ingin mencari tuh, jawabannya ngawur juga tuh. Gila ini, ngarang-ngarang ndak karuan, mengkait-kaitkan dengan sesuatu yang tidak ada. Begini loh, kalau akademisi itu, gampangnya kalau bertanya yang gitu-gitu itu recehan. Oleh sebab itu, itu tidak layak dijawab menurut saya," ujar Mahfud dengan nada tegas.

Mahfud memilih untuk menanggapi pernyataan tersebut dengan menyoroti kurangnya substansi dan keterkaitan dengan isu inflasi hijau dalam jawaban yang diberikan oleh Gibran.

Dengan menyebutnya sebagai "ngawur" dan "ngarang-ngarang," Mahfud menegaskan pandangannya bahwa pertanyaan semacam itu tidak seharusnya diberi perhatian serius dalam ranah akademis.

Momen ini menciptakan ketegangan tambahan dalam debat, menyoroti perbedaan pendekatan dan penilaian terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, serta menunjukkan tingginya tingkat ketegangan dan persaingan dalam konteks politik Pilpres 2024.

Dalam mencari pemahaman mendalam terkait konsep "greenflation" atau inflasi hijau, perlu ditekankan bahwa istilah ini merupakan gabungan dari dua kata, yaitu "green" yang berarti hijau, dan "inflation" yang merujuk pada inflasi.

Pada dasarnya, "greenflation" mengacu pada kenaikan harga bahan baku dan energi sebagai bagian integral dari proses transisi menuju penggunaan energi yang ramah lingkungan.

Pentingnya memahami istilah ini terletak pada konteks perubahan menuju pola konsumsi dan produksi yang lebih berkelanjutan.

Dengan adanya fokus pada energi yang bersahabat dengan lingkungan, terjadi pergeseran dalam kebijakan ekonomi yang mencakup cara kita memproduksi dan menggunakan sumber daya alam.

Oleh karena itu, inflasi hijau bukan semata-mata kenaikan harga, tetapi juga mencerminkan transformasi dalam pendekatan kita terhadap lingkungan.

Dalam perjalanan transisi ini, penting untuk memperhatikan aspek-aspek seperti efisiensi energi, peningkatan penggunaan sumber daya terbarukan, dan penurunan dampak negatif terhadap lingkungan.

"Greenflation" menjadi bagian dari bahasa teknis yang mencirikan perubahan global dalam upaya mengatasi tantangan perubahan iklim dan membangun masyarakat yang lebih berkelanjutan.

Sehingga, dalam konteks debat Pilpres 2024, pemahaman mendalam mengenai konsep ini menjadi kunci untuk menghasilkan kebijakan yang efektif dan berdampak positif dalam upaya mencapai transisi energi yang berkelanjutan.

Dalam rangka menyongsong Pemilihan Presiden 2024, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan menjadi peserta utama dalam pertarungan politik.

Pasangan pertama yang diwakili oleh Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar diberi nomor urut 1, diikuti oleh pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dengan nomor urut 2, dan terakhir pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD diberi nomor urut 3.

Setelah melewati serangkaian debat yang menjadi panggung utama untuk menyampaikan visi, misi, dan pandangan mereka kepada masyarakat, KPU kembali menggelar debat keempat yang menghadirkan para calon wakil presiden.

Debat pertama digelar pada 12 Desember 2023, diikuti oleh debat kedua pada 22 Desember 2023, dan debat ketiga pada 7 Januari 2024.

Debat keempat ini menjadi momentum penting di mana para calon wakil presiden dapat menjelaskan secara lebih rinci posisi dan rencana aksi mereka terkait isu-isu krusial yang mencakup energi, sumber daya alam, pangan, pajak karbon, lingkungan hidup, agraria, dan masyarakat adat.

Tema-tema ini mencerminkan ragam isu strategis yang menjadi perhatian utama dalam perjalanan menuju masa depan Indonesia.

Dengan adanya pertarungan visi dan solusi konkret yang dihadirkan oleh setiap pasangan calon, debat keempat menjadi panggung penting untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif kepada rakyat Indonesia mengenai pandangan dan rencana aksi calon wakil presiden dalam mengatasi tantangan-tantangan kompleks yang dihadapi oleh bangsa ini.

Posting Komentar