Apa itu idiom?

Ilustrasi oleh Clarisa Sendy

Obsvor.com - Idiom dalam bahasa Indonesia adalah salah satu elemen yang membuat bahasa kita kaya dan penuh warna.

Idiom merupakan ungkapan yang memiliki makna khusus dan tidak dapat diartikan secara harfiah dari kata-kata penyusunnya.

Ini berarti, ketika kita mendengar atau menggunakan idiom, kita perlu memahami makna yang tersirat di balik kata-kata tersebut, bukan sekadar merangkainya menjadi satu.

Pada praktiknya, idiom sering dianggap sebagai bentuk bahasa yang tidak mengikuti aturan atau prinsip penyusunan bahasa yang biasa.

Misalnya, jika kita mendengar ungkapan "tinggi hati", kita tidak mungkin memahaminya sebagai seseorang dengan hati yang tinggi secara fisik.

Makna sebenarnya dari idiom ini adalah seseorang yang sombong atau angkuh.

Contoh ini menunjukkan bahwa idiom memiliki makna kiasan yang terkadang bertentangan dengan logika atau struktur bahasa yang kita kenal.

Penggunaan idiom dalam bahasa Indonesia sangatlah beragam dan sering kali mencerminkan budaya, kebiasaan, dan nilai-nilai masyarakat.

Idiom juga sering digunakan untuk memperkaya bahasa percakapan sehari-hari dan menjadikannya lebih ekspresif.

Untuk memperjelas pengertian tentang idiom, berikut adalah beberapa contoh idiom dalam bahasa Indonesia beserta maknanya:

1. Tinggi hati

Ungkapan ini digunakan untuk menggambarkan seseorang yang sombong atau angkuh.

"Tinggi hati" secara harfiah mungkin membuat kita berpikir tentang ketinggian hati secara fisik, namun makna sebenarnya adalah sikap seseorang yang merasa dirinya lebih baik atau lebih unggul dari orang lain.

Contoh penggunaannya: "Dia jadi tinggi hati setelah mendapat promosi di kantor."

2. Adu mulut

Idiom ini berarti berdebat atau bertengkar mulut.

Jika dilihat dari kata-kata penyusunnya, kita mungkin membayangkan dua orang yang benar-benar "adu" mulut secara fisik, tetapi makna sebenarnya adalah perdebatan atau pertengkaran verbal.

Contoh penggunaannya: "Mereka sering adu mulut hanya karena hal-hal sepele."

3. Rendah hati

Ungkapan ini menggambarkan seseorang yang tidak sombong, meskipun mungkin memiliki banyak prestasi atau kelebihan.

Seseorang yang rendah hati cenderung tidak membanggakan diri dan lebih suka merendah.

Contoh penggunaannya: "Meskipun dia adalah juara lomba matematika, dia tetap rendah hati dan tidak pernah pamer."

Idiom-idiom ini tidak hanya memperkaya bahasa kita, tetapi juga membantu kita untuk lebih memahami dan menghargai nuansa serta keindahan bahasa Indonesia.

Penggunaan idiom dalam komunikasi sehari-hari juga membantu dalam menciptakan ikatan emosional antara pembicara dan pendengar, karena seringkali idiom mengandung makna yang lebih dalam dan menyentuh dibandingkan dengan kata-kata biasa.

Dalam kesimpulannya, idiom merupakan bagian penting dari bahasa yang harus kita pelajari dan lestarikan.

Mereka tidak hanya mencerminkan budaya dan nilai-nilai masyarakat kita, tetapi juga memperkaya komunikasi kita dengan makna-makna kiasan yang mendalam.

Dengan memahami dan menggunakan idiom dengan baik, kita dapat menjadi penutur bahasa Indonesia yang lebih ekspresif dan cerdas.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), idiom diartikan sebagai konstruksi makna yang berbeda dengan gabungan makna unsurnya.

Ini berarti bahwa makna sebuah idiom tidak dapat disimpulkan hanya dengan melihat makna setiap kata yang menyusunnya.

Idiom adalah satu kesatuan makna yang terbentuk dari kombinasi kata-kata yang telah lazim digunakan dalam percakapan sehari-hari, namun memiliki arti khusus yang tidak selalu masuk akal jika diterjemahkan secara harfiah.

Dikutip dari buku Dimensi-dimensi Makna Bahasa (2021) karya Sarma Panggabean dkk, Munir Baalbaki mendefinisikan idiom sebagai berikut:

"Idiom adalah ungkapan yang artinya tidak mungkin dimengerti atau dipahami lewat satu kata atau secara kata-perkata saja."

Definisi ini menegaskan bahwa untuk memahami idiom, seseorang harus mengetahui konteks budaya dan sosial di mana idiom tersebut digunakan.

Tanpa pemahaman ini, makna idiom dapat menjadi sangat membingungkan.

Sementara itu, menurut Nani Yulianti dalam buku Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi (2022), pengertian idiom adalah bahasa yang teradatkan.

Maksudnya, idiom adalah bahasa yang sudah biasa digunakan oleh penutur atau pemakainya, meski kadang pelafalannya aneh atau sedikit janggal.

Bahasa yang teradatkan berarti bahasa yang telah menjadi bagian dari kebiasaan dan tradisi penutur, sehingga penggunaannya terasa alami meskipun tidak selalu logis jika dianalisis secara gramatikal.

Contoh nyata dari idiom dalam bahasa Indonesia adalah ungkapan "buah tangan." Jika diartikan secara harfiah, "buah tangan" bisa saja dianggap sebagai buah yang dihasilkan oleh tangan, yang tentu saja tidak masuk akal.

Namun, idiom ini sebenarnya berarti oleh-oleh atau hadiah yang dibawa seseorang setelah bepergian.

Contoh lain adalah "kambing hitam," yang jika diartikan secara harfiah berarti seekor kambing berwarna hitam.

Padahal, idiom ini merujuk kepada seseorang yang dijadikan sasaran kesalahan atau dituduh sebagai pihak yang bersalah atas suatu masalah, meskipun mungkin tidak bersalah.

Penggunaan idiom memperkaya bahasa kita dan menambahkan dimensi budaya yang mendalam.

Idiom sering mencerminkan nilai-nilai, keyakinan, dan pengalaman kolektif suatu masyarakat.

Oleh karena itu, memahami idiom tidak hanya memerlukan pengetahuan tentang bahasa itu sendiri, tetapi juga tentang budaya di mana bahasa itu digunakan.

Misalnya, idiom "melempar handuk" yang diambil dari dunia olahraga tinju, berarti menyerah atau mengakui kekalahan.

Idiom ini tidak hanya mengandung makna harfiah tindakan melempar handuk, tetapi juga mengandung makna kontekstual yang kaya tentang budaya olahraga dan cara penutur bahasa memahami konsep menyerah.

Dalam percakapan sehari-hari, idiom sering digunakan untuk menyampaikan pesan dengan cara yang lebih hidup dan ekspresif.

Ungkapan seperti "menjilat ludah sendiri" berarti seseorang yang menarik kembali perkataannya atau tindakan yang berlawanan dengan apa yang pernah dikatakan sebelumnya.

Penggunaan idiom ini lebih menggambarkan sikap dan perilaku seseorang dengan cara yang lebih vivid dan menarik dibandingkan jika kita hanya mengatakan bahwa seseorang "mengubah pendirian."

Idiom juga memiliki peran penting dalam sastra dan seni.

Penggunaan idiom dalam puisi, prosa, dan drama dapat menambah keindahan dan kekayaan makna karya sastra.

Mereka dapat memberikan warna dan kehidupan pada bahasa yang digunakan oleh penulis, memungkinkan penulis untuk bermain dengan kata-kata dan menciptakan gambar yang kuat dalam pikiran pembaca.

Secara keseluruhan, idiom adalah bagian integral dari bahasa yang tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai cerminan budaya dan identitas masyarakat.

Memahami idiom membantu kita lebih menghargai keunikan dan keindahan bahasa, serta memperdalam pemahaman kita tentang cara berpikir dan nilai-nilai yang dipegang oleh para penuturnya.

Oleh karena itu, belajar dan mengapresiasi idiom merupakan langkah penting dalam mempelajari bahasa secara menyeluruh dan mendalam.

Seperti yang telah dituliskan di atas, idiom tidak bisa dipahami secara kata per kata.

Susunan kata-kata dalam idiom membentuk arti atau makna tertentu yang berbeda dari makna harfiah setiap katanya.

Idiom mencerminkan nuansa budaya dan sosial dari bahasa yang digunakan, memberikan kekayaan dan keindahan dalam berkomunikasi.

Berikut adalah sepuluh contoh idiom dalam bahasa Indonesia beserta penjelasan mengenai makna dan penggunaannya dalam konteks sehari-hari:

1. Panjang tangan

Ungkapan ini digunakan untuk menggambarkan seseorang yang suka mencuri.

Secara harfiah, "panjang tangan" mungkin terdengar seperti deskripsi fisik, tetapi dalam kenyataannya, ini adalah sebutan untuk orang yang tidak jujur dan mengambil barang milik orang lain.

Misalnya, "Jangan biarkan barang berharga di tempat terbuka, ada tetangga yang panjang tangan."

2. Angkat kaki

Idiom ini berarti pergi meninggalkan suatu tempat.

"Angkat kaki" secara harfiah dapat diartikan sebagai mengangkat kaki secara fisik, tetapi maknanya adalah meninggalkan atau pergi.

Contohnya, "Setelah selesai bekerja di sini selama lima tahun, akhirnya dia memutuskan untuk angkat kaki dan pindah ke kota lain."

3. Darah daging

Ini adalah ungkapan yang digunakan untuk menggambarkan anak kandung.

Secara harfiah, "darah daging" merujuk pada hubungan biologis yang sangat dekat.

Contohnya, "Dia sangat menyayangi anak-anaknya, mereka adalah darah dagingnya."

4. Jago merah

Idiom ini digunakan untuk merujuk pada api, terutama dalam konteks kebakaran.

Secara harfiah, "jago merah" bisa saja dianggap sebagai seorang pejuang berwarna merah, namun dalam kenyataannya ini adalah sebutan untuk api.

Misalnya, "Warga berusaha keras memadamkan jago merah yang melahap rumah mereka."

5. Darah biru

Ungkapan ini menggambarkan seseorang yang berasal dari keturunan bangsawan.

Secara harfiah, "darah biru" mungkin terdengar aneh, tetapi ini adalah simbol status sosial yang tinggi.

Contohnya, "Ia berasal dari keluarga darah biru yang telah lama dihormati di daerah ini."

6. Kaki lima

Idiom ini digunakan untuk merujuk pada warung atau toko di pinggir jalan.

Secara harfiah, "kaki lima" mungkin bisa diartikan sebagai sesuatu dengan lima kaki, tetapi maknanya adalah pedagang kaki lima.

Misalnya, "Kami sering makan di warung kaki lima karena harganya terjangkau dan makanannya enak."

7. Muka dua

Ungkapan ini menggambarkan seseorang yang munafik atau berpura-pura baik di depan tetapi sebenarnya berkhianat di belakang.

Secara harfiah, "muka dua" bisa diartikan sebagai memiliki dua wajah, tetapi maknanya lebih kepada perilaku yang tidak jujur.

Contohnya, "Jangan percaya padanya, dia orang yang muka dua."

8. Meja hijau

Idiom ini berarti pengadilan.

Secara harfiah, "meja hijau" hanya menggambarkan warna meja, tetapi maknanya merujuk pada tempat di mana proses hukum dilaksanakan.

Misalnya, "Kasus ini akhirnya dibawa ke meja hijau untuk diselesaikan secara hukum."

9. Gaji buta

Ungkapan ini digunakan untuk menggambarkan gaji yang diperoleh tanpa bekerja.

Secara harfiah, "gaji buta" mungkin terdengar seperti gaji yang diberikan kepada orang yang buta, tetapi maknanya adalah mendapatkan bayaran tanpa melakukan pekerjaan yang seharusnya.

Contohnya, "Beberapa pegawai tertangkap basah menerima gaji buta tanpa pernah hadir di kantor."

10. Gelap mata

Idiom ini berarti mengamuk atau kehilangan kendali karena emosi.

Secara harfiah, "gelap mata" mungkin menggambarkan kondisi fisik kehilangan penglihatan, tetapi maknanya adalah kehilangan kontrol emosi.

Misalnya, "Karena gelap mata, dia merusak semua barang di sekitarnya."

Idiom-idiom ini memberikan warna pada bahasa Indonesia dan memungkinkan kita untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan dengan cara yang lebih hidup dan menarik.

Mereka tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi tetapi juga sebagai cerminan budaya dan tradisi masyarakat kita.

Dengan memahami idiom, kita dapat lebih mendalam memahami nilai-nilai dan pandangan hidup yang tertanam dalam bahasa.

Menggunakan idiom dengan tepat juga menunjukkan kemahiran berbahasa dan kemampuan untuk berkomunikasi dengan lebih ekspresif dan efektif.

Favorit Obsvor —

Posting Komentar