Kucing cerdas yang dikira anjing

Seekor hyena berjalan di Delta Sine-Saloum yang terletak 190 kilometer dari Dakar, Senegal pada 4 Agustus 2019. Foto oleh Alaattin Dogru/Anadolu/Getty Images

Obsvor.com - Hiena, atau Hyena (Hyaenidae) adalah hewan yang sering kali disalahartikan sebagai salah satu jenis anjing, terutama karena penampilannya yang sekilas mirip dengan anjing gembala Jerman.

Memiliki tubuh yang seukuran dengan anjing gembala Jerman, hyena menunjukkan beberapa karakteristik fisik yang mencolok.

Salah satunya adalah perbedaan panjang kaki antara kaki depan dan kaki belakang, di mana kaki depannya lebih panjang.

Selain itu, hyena memiliki leher yang lebih panjang dibandingkan dengan leher anjing pada umumnya, memberikan tampilan yang khas pada hewan ini.

Wajah hyena yang tampak seperti anjing sering kali memperkuat kesalahpahaman ini.

Namun, di balik penampilan yang menyerupai anjing tersebut, hyena sebenarnya memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan keluarga kucing daripada anjing.

Hal ini mengejutkan banyak orang yang tidak mendalami klasifikasi ilmiah hewan.

Alasan di balik kekerabatan hyena dengan kucing terletak pada taksonomi dan evolusi biologisnya.

Secara ilmiah, hyena termasuk dalam famili Hyaenidae yang merupakan bagian dari ordo Carnivora.

Dalam ordo ini, terdapat dua subordo utama yaitu Caniformia (berkaki anjing) dan Feliformia (berkaki kucing).

Hyena masuk ke dalam subordo Feliformia, yang juga mencakup kucing, musang, dan beberapa hewan lainnya yang memiliki karakteristik fisik dan genetik yang serupa.

Sebagai anggota subordo Feliformia, hyena berbagi banyak ciri genetik dengan kucing.

Studi genetik menunjukkan bahwa nenek moyang hyena lebih dekat dengan nenek moyang kucing daripada dengan anjing.

Meskipun penampilannya mungkin menipu, perbedaan ini sangat jelas dalam analisis DNA dan struktur kerangka.

Dalam perilaku dan anatomi, beberapa aspek juga menunjukkan kekerabatan hyena dengan kucing.

Misalnya, hyena memiliki taring yang lebih mirip dengan taring kucing dan pola perburuan serta teknik berburu yang lebih dekat dengan kucing besar seperti singa dan macan tutul.

Meskipun hyena dikenal sebagai pemakan bangkai yang andal, mereka juga merupakan pemburu yang efektif dan dapat menjatuhkan mangsa besar, mirip dengan teknik berburu kucing besar.

Oleh karena itu, meskipun penampilannya menyerupai anjing, hyena sebenarnya adalah anggota keluarga kucing dalam hal kekerabatan evolusi.

Pemahaman ini memberikan wawasan yang lebih dalam mengenai kompleksitas dan keunikan dunia hewan, sekaligus menunjukkan betapa pentingnya penelitian ilmiah dalam mengungkap rahasia alam.

Secara filogeni, karnivora dibagi menjadi dua superfamili utama, yaitu Caniformia dan Feliformia.

Caniformia mencakup karnivora yang mirip anjing seperti famili anjing, beruang, musang, dan walrus.

Di sisi lain, Feliformia mencakup karnivora yang mirip kucing seperti famili kucing, hyena, dan linsang.

Pembagian ini didasarkan pada perbedaan evolusi dan karakteristik genetik yang dimiliki oleh kedua kelompok ini.

Meski hyena secara morfologis mirip dengan anjing, mereka sebenarnya termasuk dalam kelompok Feliformia.

Kemiripan fisik antara hyena dan anjing adalah hasil dari evolusi konvergen, sebuah fenomena evolusi di mana organisme yang tidak berkerabat dekat mengembangkan ciri-ciri yang mirip sebagai adaptasi terhadap lingkungan atau kebutuhan yang serupa.

Evolusi konvergen terjadi karena tekanan seleksi yang sama, meskipun organisme-organisme tersebut memiliki leluhur yang berbeda.

Contoh yang jelas dari evolusi konvergen adalah kemampuan terbang pada kelelawar dan burung.

Keduanya memiliki sayap dan kemampuan terbang, namun secara filogenetik, mereka berasal dari leluhur yang sangat berbeda.

Kelelawar adalah mamalia, sedangkan burung adalah keturunan dari dinosaurus theropoda.

Meskipun memiliki struktur tubuh dan fungsi yang serupa, mereka berkembang secara independen untuk memenuhi kebutuhan adaptasi terhadap lingkungan yang memungkinkan mereka untuk terbang.

Contoh lain dari evolusi konvergen dapat dilihat pada burung falcon (alap-alap), hawk (elang), dan eagle (rajawali).

Secara morfologis, mereka terlihat sangat mirip dan sering kali dianggap sebagai kelompok yang berkerabat dekat.

Namun, penelitian genetika menunjukkan bahwa falcon sebenarnya lebih dekat hubungannya dengan burung parrot (bayan) dibandingkan dengan hawk dan eagle.

Meskipun mereka mengembangkan morfologi dan perilaku yang mirip sebagai predator udara, leluhur mereka memiliki jalur evolusi yang berbeda.

Kasus hyena yang mirip anjing namun sebenarnya lebih dekat dengan kucing dalam pohon evolusi menyoroti betapa kompleks dan menariknya proses evolusi.

Hal ini mengingatkan kita bahwa penampilan luar sering kali dapat menipu dan bahwa hubungan evolusi yang sebenarnya hanya dapat dipahami melalui studi ilmiah mendalam.

Evolusi konvergen mengajarkan kita bahwa adaptasi terhadap lingkungan yang sama dapat menghasilkan bentuk dan fungsi yang serupa, meskipun jalur evolusi organisme tersebut berbeda secara signifikan.

Lantas, dari mana kita tahu bahwa hyena bukan berasal dari nenek moyang yang sama dengan anjing? Kuncinya terletak pada pengurutan DNA.

Kemajuan dalam bidang biologi molekuler telah memungkinkan manusia untuk memahami dasar-dasar kehidupan, serta memberikan gambaran yang lebih jelas tentang evolusi dan asal usul makhluk hidup di planet ini.

Studi genetik telah mengungkapkan bahwa hyena memiliki hubungan evolusioner yang berbeda dari dugaan sebelumnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hyena lebih dekat hubungannya dengan kucing daripada dengan anjing, meskipun secara penampilan mereka mirip.

Bahkan, ternyata anjing memiliki kekerabatan yang lebih dekat dengan panda dibandingkan dengan hyena.

Pengurutan DNA mengungkapkan bahwa leluhur hyena dan leluhur kucing baru berpisah sekitar 35 juta tahun yang lalu.

Sementara itu, pemisahan leluhur hyena dengan leluhur anjing terjadi jauh lebih lama, yaitu sekitar 58 juta tahun yang lalu.

Perbedaan waktu pemisahan ini menunjukkan betapa jauhnya hubungan evolusi antara hyena dan anjing, meskipun mereka memiliki kemiripan fisik.

Penemuan ini menunjukkan pentingnya teknologi dalam mempelajari sejarah kehidupan.

Melalui analisis DNA, ilmuwan dapat mengidentifikasi pola-pola evolusi yang tidak terlihat oleh mata telanjang.

Ini memberikan bukti yang kuat bahwa meskipun dua spesies mungkin tampak mirip karena adaptasi mereka terhadap lingkungan yang serupa, hubungan genetik mereka bisa sangat berbeda.

Selain itu, pemahaman tentang kekerabatan evolusioner melalui studi genetik juga membantu dalam pelestarian spesies.

Dengan mengetahui hubungan antara berbagai spesies, ilmuwan dapat merancang strategi konservasi yang lebih efektif, memastikan bahwa keanekaragaman hayati di planet ini tetap terjaga.

Secara keseluruhan, kemajuan dalam biologi molekuler dan pengurutan DNA telah membuka jendela baru dalam memahami evolusi.

Hyena yang terlihat seperti anjing namun ternyata lebih dekat hubungannya dengan kucing adalah salah satu contoh menarik bagaimana penemuan ilmiah dapat mengubah persepsi kita tentang dunia alami.

Melalui penelitian genetik, kita dapat menyusun kembali pohon kehidupan dengan lebih akurat, memahami perjalanan evolusi yang telah membentuk keanekaragaman hayati yang ada saat ini.

Hyena kerap digambarkan sebagai hewan antagonis dalam kebudayaan populer, namun di alam mereka memainkan peran yang sangat penting.

Sebagai pemakan daging vertebrata, kecuali serigala aard, hyena merupakan pelahap bangkai yang vital dalam rantai makanan.

Meskipun laporan terbaru menyebutkan bahwa hyena juga memakan burung kecil, perubahan lingkungan memaksa hewan pintar ini mencari sumber makanan alternatif.

Kebiasaan makan hyena sangat berguna dalam mengurangi penyebaran penyakit seperti antraks, mengurangi populasi lalat, dan menghilangkan bau busuk dari bangkai.

Fungsi ekologis ini sering kali disandingkan dengan burung nasar yang juga gemar memakan bangkai.

Namun, hyena memiliki keunggulan tersendiri dalam hal efektivitas.

Mereka mampu melahap lebih banyak bangkai dibandingkan burung nasar, sehingga lebih efektif dalam melenyapkan bangkai dari suatu kawasan.

Keunggulan hyena dalam memakan bangkai terletak pada kemampuan mereka untuk hampir menyapu bersih sisa-sisa hewan besar yang mati.

Rahang hyena yang kuat memungkinkan mereka untuk meremukkan dan memakan tulang, yang sering kali tidak dapat dilakukan oleh pemakan bangkai lainnya.

Kemampuan ini menjadikan hyena sebagai komponen penting dalam menjaga kebersihan dan kesehatan ekosistem.

Peran ekologis hyena yang luar biasa ini sering kali tidak disadari oleh banyak orang.

Mereka membantu menjaga keseimbangan lingkungan dengan menghilangkan bangkai yang dapat menjadi sumber penyakit dan bau.

Dengan demikian, hyena tidak hanya berperan sebagai predator dan pemakan bangkai, tetapi juga sebagai pengendali populasi penyakit dan pemelihara kebersihan lingkungan.

Dalam ekosistem, setiap spesies memiliki peran dan fungsi yang penting.

Hyena, meskipun sering kali dipandang negatif dalam kebudayaan populer, sebenarnya adalah penjaga kesehatan ekosistem yang efektif.

Mereka membantu menjaga keseimbangan alam dengan cara yang unik dan efisien, menjadikan mereka salah satu elemen kunci dalam rantai makanan dan keberlangsungan lingkungan yang sehat.

Saat ini, para ahli menyepakati bahwa ada empat spesies hyena yang masih ada, masing-masing dengan ciri dan keunikan tersendiri.

Spesies-spesies tersebut adalah hyena tutul (Crocuta crocuta), hyena belang (Hyaena hyaena), hyena cokelat (Hyaena brunnea), dan serigala aard (Proteles cristata).

Hyena tutul dianggap sebagai spesies hyena yang paling cerdas dibandingkan dengan yang lain.

Kecerdasannya kerap disetarakan dengan primata, sebuah perbandingan yang menyoroti kemampuan luar biasa mereka dalam hal kognisi dan perilaku.

Hyena tutul memiliki kemampuan berhitung, memecahkan masalah sederhana, dan mengenali suara individu dalam kawanan mereka.

Kemampuan berhitung ini memainkan peran penting dalam kelangsungan hidup mereka.

Hyena tutul dapat menghitung jumlah anggota dalam kawanan mereka serta kawanan musuh.

Dengan kemampuan ini, mereka dapat membuat keputusan strategis, seperti apakah akan menghadapi musuh atau melarikan diri.

Jika jumlah kawanan musuh lebih banyak, mereka akan memilih untuk menghindari risiko dan mencari keselamatan.

Selain itu, kemampuan mengenali suara individu dalam kawanan membantu hyena tutul dalam mengidentifikasi anggota klan mereka serta mendeteksi penyusup.

Penggunaan panggilan suara yang khas memungkinkan mereka untuk berkomunikasi secara efektif dalam lingkungan sosial yang kompleks.

Ini juga mempermudah mereka dalam menjaga kohesi kelompok dan menghindari konflik internal.

Hyena belang, hyena cokelat, dan serigala aard, meskipun tidak memiliki reputasi kecerdasan yang sama dengan hyena tutul, juga memiliki adaptasi dan perilaku unik yang mendukung kelangsungan hidup mereka.

Hyena belang, misalnya, dikenal karena pola garis-garis di tubuhnya yang membantu dalam kamuflase di habitat kering dan berbatu.

Hyena cokelat, dengan bulu cokelat lebatnya, lebih sering ditemukan di kawasan yang lebih tertutup dan cenderung lebih soliter dibandingkan spesies hyena lainnya.

Serigala aard, berbeda dari spesies hyena lainnya, terutama memakan rayap dan memiliki adaptasi khusus untuk gaya hidup ini, termasuk gigi yang lebih kecil dan lidah yang lengket.

Keempat spesies hyena ini, dengan segala keunikan dan adaptasinya, memainkan peran penting dalam ekosistem mereka masing-masing.

Mereka tidak hanya berfungsi sebagai predator dan pemakan bangkai tetapi juga berkontribusi pada keseimbangan alam melalui interaksi kompleks dengan lingkungan mereka.

Pemahaman mendalam tentang perilaku dan kecerdasan hyena, khususnya hyena tutul, mengungkapkan betapa canggih dan adaptif makhluk-makhluk ini dalam menghadapi tantangan yang mereka hadapi di alam liar.

Hyena tutul adalah yang terbesar dibandingkan dengan tiga spesies hyena lainnya.

Dalam sebuah penelitian, ditemukan bahwa jumlah anggota klan hyena tutul bisa mencapai 120-an individu, menjadikannya salah satu kelompok sosial terbesar di antara mamalia karnivora.

Mereka masih melimpah di kawasan Sub-Sahara Afrika.

Selain dikenal sebagai pemulung yang andal dan sering merebut hewan mati dari predator lain, hyena tutul juga berburu untuk mendapatkan makanan.

Kecerdasan mereka memungkinkan mereka untuk berburu dalam kelompok, menggunakan strategi yang efektif untuk menjatuhkan mangsa besar.

Hyena belang dicirikan dengan surai yang panjang yang menjadikannya mudah dikenali dibandingkan dengan spesies hyena lainnya.

Surai ini membentang dari leher hingga punggung, memberikan penampilan yang khas.

Berbeda dengan hyena tutul, hyena belang lebih banyak mengandalkan bangkai sebagai sumber makanan utama daripada berburu.

Habitat mereka membentang luas dari barat laut Afrika hingga ke Asia, menunjukkan adaptabilitas mereka terhadap berbagai lingkungan.

Hyena cokelat memiliki rambut yang panjang berwarna cokelat hingga hitam, yang memberikan perlindungan dan kamuflase di habitat mereka yang sering tertutup.

Selain memakan bangkai binatang yang dibunuh oleh predator lain, hyena cokelat juga memakan buah-buahan untuk mendapatkan nutrisi dan air.

Di daerah pantai, mereka memanfaatkan sumber daya lokal dengan memakan anjing laut yang terdampar atau mati.

Keanekaragaman dalam pola makan mereka menunjukkan kemampuan adaptasi yang luar biasa terhadap berbagai kondisi lingkungan.

Setiap spesies hyena memiliki ciri khas dan perilaku yang berbeda, namun semuanya memainkan peran penting dalam ekosistem mereka.

Hyena tutul, dengan struktur sosial yang kompleks dan kecerdasannya, menonjol dalam kemampuannya untuk berburu dan memulung.

Hyena belang, dengan adaptasinya terhadap lingkungan kering dan berbatu, mengandalkan bangkai untuk kelangsungan hidupnya.

Sementara hyena cokelat menunjukkan fleksibilitas luar biasa dalam dietnya, memanfaatkan berbagai sumber makanan yang tersedia di habitat mereka.

Secara keseluruhan, keempat spesies hyena ini menunjukkan bagaimana hewan-hewan tersebut telah berevolusi untuk menyesuaikan diri dengan berbagai tantangan lingkungan.

Perbedaan dalam ukuran, struktur sosial, dan pola makan di antara spesies ini mencerminkan keberagaman adaptasi yang telah membantu mereka bertahan hidup dan berkembang di berbagai ekosistem di seluruh dunia.

Penelitian lebih lanjut tentang hyena dapat memberikan wawasan lebih dalam tentang dinamika ekologi dan evolusi yang membentuk kehidupan di planet kita.

Serigala aard adalah spesies hyena terkecil dibandingkan dengan spesies hyena lainnya.

Nama "aardwolf" dalam bahasa Afrika berarti "serigala bumi," mengacu pada kebiasaan mereka yang tinggal di sarang bawah tanah dan penampilan mereka yang mirip dengan serigala.

Meskipun berukuran lebih ramping, serigala aard memiliki kaki depan yang lebih panjang dibanding kaki belakang, mirip dengan spesies hyena lainnya.

Namun, berbeda dari kerabatnya, serigala aard terutama memakan rayap dengan bantuan lidahnya yang lengket.

Selain itu, penelitian lain menemukan bahwa serigala aard juga mengonsumsi sejenis laba-laba dan kalajengking, menunjukkan fleksibilitas dalam pola makan mereka.

Salah satu keunikan paling mencolok dari hyena adalah adanya pseudopenis pada hyena betina.

Struktur ini membuat sulit untuk mengenali jenis kelamin mereka kecuali dengan pengamatan dari jarak dekat.

Selain itu, hyena jantan tidak memiliki tulang penis (baculum), yang umum ditemukan pada banyak mamalia karnivora seperti anjing dan kucing.

Keistimewaan ini menjadikan hyena sebagai objek penelitian yang berharga dalam memahami evolusi organ reproduksi dan sistem seksual mamalia.

Keberadaan pseudopenis pada hyena betina telah menarik banyak perhatian ilmuwan.

Struktur ini berfungsi sebagai saluran kelahiran, uretra, dan organ kopulasi.

Proses kelahiran pada hyena betina menjadi sangat berisiko karena harus melewati saluran yang sempit, yang dapat menyebabkan komplikasi serius.

Namun, keunikan ini juga memberikan keunggulan sosial.

Hyena betina dengan pseudopenis lebih dominan dan memiliki kendali lebih besar dalam struktur sosial kelompok, yang mempengaruhi hierarki dan akses terhadap sumber daya.

Di sisi lain, ketidakhadiran tulang penis pada hyena jantan menunjukkan adaptasi yang unik dalam proses reproduksi.

Adaptasi ini mungkin berkaitan dengan kebutuhan fleksibilitas selama kopulasi, mengingat struktur genital betina yang unik.

Studi tentang hyena memberikan wawasan yang mendalam tentang keragaman strategi reproduksi di alam dan bagaimana tekanan evolusi dapat membentuk organ dan perilaku seksual yang kompleks.

Keseluruhan, serigala aard dan keunikan reproduksi hyena lainnya menambah lapisan kompleksitas dalam pemahaman kita tentang evolusi mamalia.

Mereka tidak hanya menunjukkan adaptasi fisik yang mengesankan, tetapi juga menawarkan contoh menarik bagaimana seleksi alam dapat menghasilkan keanekaragaman bentuk dan fungsi dalam dunia hewan.

Penelitian terus berlanjut untuk mengungkap lebih banyak rahasia tentang spesies yang luar biasa ini, yang terus memikat perhatian para ilmuwan dan pencinta alam di seluruh dunia.

Penelitian dari Dr. Sarah Benson-Amram dari University of St Andrews menyebutkan bahwa hyena adalah hewan terpintar karena mampu mengatasi masalah secara naluriah dan juga dapat 'berhitung'.

Dr. Benson-Amram menyimpulkan bahwa tingkat kecerdasan seekor hewan dapat ditentukan dari kemampuannya dalam mengatasi masalah.

Hyena, dalam hal ini, menunjukkan tingkat kecerdasan yang luar biasa.

Hyena memiliki struktur sosial yang lebih kompleks dibandingkan dengan banyak jenis hewan lainnya.

Mereka hidup dalam klan yang besar dan memiliki hierarki sosial yang ketat.

Kecerdasan sosial mereka memungkinkan mereka untuk mempertahankan wilayah mereka dengan cara yang efektif.

Ketika ada ancaman atau penyusup yang masuk ke wilayah mereka, hyena akan memanggil rekan-rekan mereka untuk datang dan mengusir penyusup tersebut.

Panggilan ini bukan hanya tanda bahaya, tetapi juga bentuk komunikasi yang rumit yang menunjukkan kesadaran akan jumlah dan kebutuhan akan bantuan.

Satwa cerdas ini mampu menghitung jumlah penyusup di wilayah mereka dan memperkirakan berapa banyak rekan yang diperlukan untuk menghadapi ancaman tersebut.

Kemampuan berhitung ini membantu mereka membuat keputusan yang strategis, seperti apakah mereka perlu menghadapi penyusup atau menghindarinya berdasarkan jumlah dan kekuatan relatif kelompok mereka.

Jika mereka merasa jumlah penyusup lebih banyak, mereka akan memilih untuk menghindari risiko dengan mundur dan menyusun strategi baru.

Penelitian Dr. Benson-Amram menunjukkan bahwa kemampuan berhitung ini tidak hanya membantu dalam situasi pertahanan, tetapi juga dalam berbagai aspek kehidupan hyena, termasuk berburu dan mencari makanan.

Hyena tutul, misalnya, menggunakan kemampuan kognitif mereka untuk berburu secara efisien dalam kelompok, memanfaatkan strategi yang memaksimalkan peluang sukses mereka.

Selain kemampuan berhitung dan komunikasi yang canggih, hyena juga menunjukkan kemampuan memecahkan masalah yang menonjol.

Mereka dapat memecahkan masalah sederhana dengan cepat dan efektif, menunjukkan fleksibilitas kognitif yang tinggi.

Ini memungkinkan mereka untuk beradaptasi dengan berbagai situasi dan lingkungan yang berubah-ubah.

Secara keseluruhan, kecerdasan hyena tidak hanya terbatas pada kemampuan individu tetapi juga tercermin dalam dinamika sosial mereka yang kompleks.

Struktur sosial yang rumit, kemampuan untuk berkomunikasi dan bekerja sama, serta kecerdasan dalam memecahkan masalah membuat hyena menjadi salah satu hewan paling cerdas di alam liar.

Penelitian-penelitian seperti yang dilakukan oleh Dr. Benson-Amram terus mengungkap kedalaman kecerdasan hewan ini, memperkaya pemahaman kita tentang kognisi hewan dan bagaimana mereka berinteraksi dengan lingkungan mereka.

Posting Komentar