Manusia 'predator super' paling menakutkan

Ilustrasi oleh Clarisa Sendy

Obsvor.com - Di benua Australia, kita tidak menemukan hewan karnivora besar yang menakutkan seperti singa dan serigala.

Keadaan ini menciptakan dinamika unik dalam ekosistem Australia.

Minimnya pengalaman evolusi dengan predator mamalia besar membuat hewan-hewan asli benua itu, seperti kanguru dan walabi, kurang merasa takut terhadap hewan karnivora lain yang diperkenalkan ke lingkungan mereka.

Misalnya, rubah dan kucing liar yang diimpor ke Australia tidak memicu ketakutan besar pada hewan berkantung ini, meskipun mereka menjadi ancaman nyata bagi spesies lokal.

Namun, ada aspek menarik dari hewan-hewan berkantung ini.

Sebuah studi baru menunjukkan bahwa kanguru, walabi, dan hewan berkantung Australia lainnya justru lebih takut pada manusia dibandingkan dengan predator lainnya.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh tim ilmuwan dari beberapa universitas, perilaku hewan-hewan ini diamati dalam berbagai situasi yang melibatkan manusia dan predator lainnya.

Hasilnya menunjukkan bahwa respon ketakutan terbesar terjadi saat hewan-hewan ini berhadapan dengan manusia.

Penemuan ini memperkuat temuan dari penelitian serupa yang dilakukan sebelumnya di Amerika Utara, Eropa, Afrika, dan Asia.

Satwa liar di seluruh dunia menunjukkan pola yang sama: mereka lebih takut terhadap manusia, yang dianggap sebagai "predator super," dibandingkan dengan predator alami seperti singa, macan tutul, puma, beruang, serigala, atau anjing.

Ketakutan yang mendalam terhadap manusia ini kemungkinan besar berasal dari sejarah panjang interaksi negatif antara manusia dan satwa liar.

Perburuan, perusakan habitat, dan aktivitas manusia lainnya telah mengajarkan hewan-hewan ini bahwa manusia adalah ancaman besar.

Sebaliknya, predator alami, meskipun berbahaya, hanya merupakan ancaman dalam konteks tertentu dan biasanya bisa dihindari.

Di Australia, perubahan ini menciptakan tantangan tambahan bagi konservasi.

Sementara beberapa hewan telah belajar untuk menghindari manusia, banyak lainnya belum.

Ini menjadikan hewan-hewan tersebut lebih rentan terhadap bahaya seperti perburuan dan perusakan habitat.

Oleh karena itu, memahami dan mengelola interaksi antara manusia dan satwa liar menjadi semakin penting dalam upaya untuk melindungi keanekaragaman hayati yang unik di benua ini.

Penemuan tentang ketakutan hewan terhadap manusia ini tidak hanya menarik dari sudut pandang ilmiah, tetapi juga mengingatkan kita tentang dampak besar aktivitas manusia terhadap alam.

Mengurangi dampak negatif ini memerlukan kesadaran dan tindakan nyata untuk menciptakan harmoni antara manusia dan satwa liar.

Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa keanekaragaman hayati yang ada saat ini dapat dinikmati oleh generasi mendatang.

Pada Sabtu (1/6/2024), dilaporkan oleh Phys.org, sekelompok peneliti dari Western University dan University of Tasmania melakukan sebuah studi yang menarik di hutan eukaliptus di Tasmania.

Mereka tertarik untuk memahami bagaimana hewan-hewan lokal merespon berbagai suara, termasuk suara manusia dan suara predator potensial, seperti anjing dan serigala.

Untuk melacak respons hewan, tim peneliti menggunakan sistem kamera-pengeras suara otomatis yang tersembunyi di sekitar hutan.

Ketika hewan lewat dalam jarak dekat, sekitar 10 meter, kamera akan merekam reaksi hewan terhadap suara yang diputar melalui pengeras suara.

Suara-suaranya bervariasi, mulai dari suara manusia yang berbicara dengan tenang, gonggongan anjing, hingga geraman setan Tasmania yang khas.

Selain suara predator, tim juga memasukkan suara kontrol yang tidak mengancam, seperti domba yang mengembik.

Hal ini bertujuan untuk membandingkan respon hewan terhadap suara-suaranya dengan respon terhadap suara predator yang sebenarnya.

Metode ini memungkinkan para peneliti untuk memahami tingkat ketakutan dan kehati-hatian hewan-hewan di lingkungan mereka.

Hasil studi ini dapat memberikan wawasan berharga tentang dinamika ekologi dan perilaku hewan, serta dampak manusia terhadap habitat alami mereka.

Penelitian semacam ini memiliki implikasi yang luas, terutama dalam konteks konservasi dan manajemen lingkungan.

Dengan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana hewan merespon ancaman, para peneliti dan ahli konservasi dapat mengembangkan strategi yang lebih efektif untuk melindungi keanekaragaman hayati dan mempertahankan keseimbangan ekosistem.

Dalam studi terbaru mereka, tim peneliti telah menemukan bahwa kanguru, walabi, dan hewan berkantung lainnya memiliki kecenderungan 2,4 kali lebih besar untuk melarikan diri dan meningkatkan kewaspadaannya saat mereka mendengar suara manusia dibandingkan dengan saat mereka mendengar suara predator lain seperti anjing, setan Tasmania, atau serigala.

Temuan ini menjadi tambahan pada bukti yang berkembang bahwa satwa liar di seluruh dunia melihat manusia sebagai predator paling menakutkan di Bumi.

Liana Zanette, seorang ahli ekologi satwa liar dari Western University, mengomentari hasil studi ini dengan mengatakan bahwa "ini memperluas bukti yang berkembang bahwa satwa liar di seluruh dunia memandang manusia sebagai predator paling menakutkan di Bumi."

Survei global telah menunjukkan bahwa manusia memiliki tingkat pemburuan mangsa yang jauh lebih tinggi dibandingkan predator lainnya, sehingga menjadikan manusia sebagai predator super yang dominan di berbagai ekosistem.

Ketakutan yang sangat besar terhadap manusia yang ditunjukkan oleh satwa liar memiliki potensi untuk menyebabkan konsekuensi ekologis yang dramatis.

Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa ketakutan itu sendiri dapat mengurangi jumlah populasi satwa liar, dan ketakutan terhadap manusia dapat menyebabkan dampak yang meluas pada banyak spesies di seluruh lanskap.

Zanette menambahkan, "Manusia adalah pembunuh tidak kasat mata karena tidak menganggap diri kita sebagai predator utama, apalagi yang paling berbahaya. Namun satwa liar jelas mempunyai pemikiran yang berbeda dan mengenali kita apa adanya."

Temuan ini telah dipublikasikan di jurnal Proceedings of the Royal Society B, yang menegaskan pentingnya pemahaman yang lebih baik tentang interaksi manusia-satwa liar dan dampaknya pada keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem.

Favorit —

Posting Komentar